Gelombang Pulau Moor

Saya adalah orang yang susah menolak jika diajak ke pantai atau laut apalagi pulau. Matahari dan angin laut adalah teman lama saya. Jadi saat diajak ke Pulau Moor, saya pun dengan suka ria gembira hati menerima ajakan suami saya itu. Kebetulan kami sedang berada di Patani, salah satu kampung di pelosok Halmahera. Disini kami menghadiri nikahan adiknya suami saya.

Persiapan dilakukan. Tak ada transportasi khusus menuju pulau Moor. Kebetulan ada sodara yang punya perahu pencari kian yang biasa mencari ikan di sekitar perairan Pulau Moor. Bekal disiapkan, BBM untuk perahu diisi penuh. Ber-15 kami berlayar menuju Pulau tak berpenghuni. yiihaa..

Image

Perahu ramping melaju membelah birunya lautan di pagi hari. Tiga puluh menit berlalu, sedik mengantuk lalu tiba-tiba muncullah dua buah batu dari dalam lautan. Batu Dua namanya. Ya, namanya memang Batu Dua tapi dia munculnya mungkin sudah ribuan tahun lalu. Dari jauh tampak ombak memukul-mukul dinding Batu Dua. Pulau Moor ada di belakang Batu Dua sehingga perahu kami harus mengitari Batu karang raksasa ini. Nakhoda perahu menyuruh kami untuk duduk di lantai perahu jadi kalau ada ombak besar, kami tak akan terlempar ke luar perahu. Wah agak ngeri juga. Semakin dekat ke batu Dua, tampak gelombang panjang semakin membesar. Kakak ipar saya mulai mabuk laut, dan adik sepupu mulai menangis. Gelombang setinggi 4 meter seperti akan menelan perahu kayu kami. Semuanya diam dan tak ada sesi foto lagi. Gelombang datang bergulung-gulung. Tapi Nakhoda perahu lincah mengarahkan perahu mengikuti arah gelombang. Akhirnya kami melewati Batu Dua dan Tanjung Ngolopopo, tanjung yang terkenal dengan gelombangnya.

Yang bikin saya kagum adalah, saat kami sedang berjuang naik turun mengikuti gelombang, ada satu perahu katinting kecil yang seperti santai mengikuti gelombang. ada anak kecil yang tengkurap di atas perahu dan bapaknya yang memegang tali. Ternyata mereka sedang memasang umpan untuk menangkap hiu. Yap! Hiu! Wuih…ngeri juga membayangkan para hiu sedang menari-nari di bawah sana. Dan ternyata memang di lokasi sekitar Batu Dua adalah surga para penangkap ikan. Berbagai jenis ikan akan segera menyambar umpan.

Setelah saat-saat menegangkan bermain dengan gelombang, kami disambut dengan pemandangan yang meneduhkan mata. Pulau Moor! Rasanya ingin segera melompat dari perahu dan berenang di airnya yang jernih.

ImagePasirnya putih bersih, lautnya biru, ikannya banyak, pohon kelapanya banyak, kalau haus, tinggal petik. Wah serasa milik sendiri deh hhehe.. Ketegangan selama perjalanan seolah terbayar dengan pemandangan yang indah.

Pulau ini tak berpenghuni tapi ada beberapa pondok terlihat di pantai, milik penduduk Patani yang berkebun di pulau ini. Masyarakat memang memanfaatkan pulau ini sebagai sumber penghasilan mereka. Disini mereka menangkap ikan, berkebun dan memanen kelapa.

Sesaat setelah pendaratan di pantai berpasir putih, saya dan suami segera hunting lokasi yang menarik untuk diabadikan kamera. Seperti tau apa yang kami mau, pulau Moor menyajikan semacam teluk kecil yang tersembunyi di tengah pulau. Airnya kehijauan. Bersama seorang teman, saya segera memanfaatkan perahu kecil yang tertambat di pohon bakau dan jepret..jepret..suami saya mengabadikan saya di tengah danau kecil yang indah.

Image

Saat kami meng explore pulau Moor, teman-teman yang lain melanjutkan hobinya, mancing. Dan dalam waktu kurang dari sejam, mereka pulang bawa ikan yang besaarr dan banyak…wuih… Waktunya untuk bakar ikan.

Image

Hidangan istimewa pun disiapkan. Ikan bakar, sayur jantung pisang segar, dabu-dabu dan ubi. Minumnya air kelapa segar yang baru dipetik. Hmm..nikmatnya…

Waktu beranjak sore, siapkan perahu, siapkan mental..hehe.. Tanjung Ngolopopo..here we cooomeee….

 

Kisah Hidup

Setiap orang punya kisah hidup. Banyak. Kisah masa kecil, kisah saat pertama masuk sekolah, kisah saat kelulusan, kisah tentang teman-teman, kisah tentang cinta monyet, kisah perjalanan, kisah kehidupan setelah menikah, dan masih banyak kisah yang lain. Tiap-tiap dari kita adalah pemeran utama dalam kisah hidup kita sendiri.

Bila setiap kisah hidup kita bukukan dan filmkan, pasti berlusin-lusin buku dan berkotak-kotak CD hasilnya. Apakah kita menyiapkan dan merencanakan setiap kisah ? Apakah kita punya cukup waktu saat harus mengambil keputusan penting ?

Mari kita tulis buku kehidupan kita masing-masing dengan sebaik-baiknya…Image

Nihil Admirari

164915_618982741446583_1299573137_n

“Nihil Admirari” kata Voltaire…jangan heran pada apapun. Namun, kadang-kadang saya heran, kenapa orang lain begitu bernafsu mengomentari langkah, sikap atau perkataan orang lain. Misalnya dengan status saya di fb hari ini. Mempertanyakan langkah yang saya ambil…lho…ini langkah saya, langkah anda mana? Atur lah langkah anda menjadi langkah yang indah, jangan meminta orang lain memperbaiki langkahnya, kecuali itu bersinggungan dengan anda.

Saya bukannya anti kritik tapi saya paling tidak senang jika langkah saya diatur, apalagi saya tidak memintanya.

Nasehat saya, jangan masukkan di hati apa yang dilakukan orang lain. Lakukanlah dengan lebih baik. Duniamu adalah duniamu, langkahmu adalah langkahmu. Kecuali kita sedang berada dalam satu pasukan baris berbaris 🙂